Translate

Friday 8 February 2013

Agama, Demokrasi, dan Multikulturalisme



Agama, Demokrasi, dan Multikulturalisme

Oleh Mun’im A Sirry (Peneliti Yayasan Paramadina, Jakarta)



DALAM masyarakat plural, seperti Indonesia, perbincangan mengenai relasi antara agama, demokrasi, dan multikulturalisme merupakan tema yang selalu menarik dan tak ada habis-habisnya untuk didiskusikan.

Cita-cita mewujudkan demokrasi hampir selalu menyinggung agama dan keragaman budaya, karena demokrasi tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa menempatkan agama secara benar dan memberikan apresiasi terhadap keragaman budaya.

Jika tidak dikelola dengan baik, bukan mustahil persinggungan agama-agama akan mendatangkan masalah bagi stabilitas demokrasi. Dalam beberapa tahun terakhir, kita kerap dihadapkan pada kenyataan banyaknya konflik dan ketegangan yang dipicu oleh sentimen keagamaan. Demikian juga keragaman kultural belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya. Alih-alih sebagai kekuatan pendorong dinamika kehidupan berbangsa, keragaman kultural justru menambah panjang daftar percekcokan di kalangan masyarakat akar rumput.

Dalam teori sosial, penggunaan wacana multikulturalisme sebenarnya masih membingungkan. Namun, dari wacana yang berkembang di Indonesia, multikulturalisme rupanya hendak dijadikan paradigma baru dalam merajut kembali hubungan antarmanusia yang belakangan selalu hidup dalam suasana penuh konflikstual. Saat ini muncul kesadaran masif bahwa diperlukan kepekaan terhadap kenyataan kemajemukan, pluralitas bangsa, baik dalam etnis, agama, budaya, hingga orientasi politik.
Karena itu, publikasi, film, televisi, dan berbagai media komunikasi lainnya sepatutnya tidak mengekspos hal-hal yang bersifat anti, menghina atau melecehkan budaya lain atau ajaran suatu agama. Sikap respek terhadap budaya dan agama-agama harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta.
ADA tiga istilah yang kerap digunakan secara bergantian untuk menggambarkan masyarakat yang terdiri dari agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda, yakni pluralitas (plurality), keragaman (diversity), dan multikultural (multicultural). Ketiga ekspresi itu sesungguhnya tidak merepresentasikan hal yang sama, walaupun semuanya mengacu kepada adanya ’ketidaktunggalan’.
Konsep pluralitas mengandaikan adanya ’hal-hal yang lebih dari satu’ (many); keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang ’lebih dari satu’ itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tak dapat disamakan. Pada abad ke-20, kemajemukan menjadi syarat demokrasi. Serba tunggal, misalnya, satu ideologi, satu partai politik, satu calon pemimpin, dianggap sebagai bentuk pemaksaan dari negara.
Dibandingkan dua konsep terdahulu, multikulturalisme sebenarnya relatif baru. Menurut Bhikhu Parekh (Gurpreet Mahajan, Democracy, Difference and Justice, 1998), baru sekitar 1970-an gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan lainnya. Secara konseptual terdapat perbedaan signifikan antara pluralitas, keragaman, dan multikultural. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama.
Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya kemajemukan (yang lebih dari satu), multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik. Multikulturalisme menjadi semacam respons kebijakan baru terhadap keragaman. Dengan kata lain, adanya komunitas-komunitas yang berbeda saja tidak cukup; sebab yang terpenting adalah bahwa komunitas-komunitas itu diperlakukan sama oleh negara.
Di sinilah konsep multikulturalisme memberikan kontribusi nyata terhadap agenda demokratisasi dan nondiskriminasi. Perhatian yang besar terhadap equalitas (persamaan) dan nondiskriminasi kaum minoritas telah menghubungkan multikulturalisme dengan demokrasi. Bukankah sisi terpenting dari nilai demokrasi adalah keharusan memperlakukan berbagai kelompok atau individu yang berbeda tanpa diskriminasi?
Kita tahu, secara historis, demokratisasi terjadi melalui perjuangan berbagai unsur masyarakat melawan sumber-sumber diskriminasi sosial. Manusia dilahirkan merdeka dan memiliki hak-hak yang sama. Tidak ada diskriminasi yang didasarkan pada kelas, jender, ras, atau minoritas agama dalam domain publik. Sebaliknya, setiap individu harus diperlakukan sebagai warga dengan hak-hak dan kewenangan yang sama.
Sebagai alternatif atas penolakan terhadap diskriminasi, multikulturalisme memberikan nilai positif terhadap keragaman kultural. Konsekuensi lebih lanjut adalah kesediaan untuk memberikan apresiasi konstruktif terhadap segala bentuk tradisi budaya, termasuk agama. Persoalannya, jika berbagai kultur yang beragam justru memperkaya kehidupan sosial, apakah agama juga menganggap keragaman tradisi kultural memperkaya pemahaman keagamaan?
Sampai batas tertentu, respons agama terhadap kecenderungan multikulturalisme memang masih ambigu. Hal itu disebabkan, agama kerap dipahami sebagai wilayah sakral, metafisik, abadi, samawi, dan mutlak. Bahkan, pada saat agama terlibat dengan urusan ’duniawi’ sekalipun, hal ini tetap demi penunaian kewajiban untuk kepentingan ’samawi.’ Berbagai agama, tentu saja, berbeda-beda dalam perkara cara dan berbagai aspek, namun agama-agama tersebut hampir seluruhnya memiliki sifat-sifat demikian itu.
Karena sakral dan mutlak, maka sulit bagi agama-agama tersebut untuk mentoleransi atau hidup berdampingan dengan tradisi kultural yang dianggap bersifat duniawi dan relativistik. Oleh karena itu, persentuhan agama dan budaya lebih banyak memunculkan persoalan daripada manfaat. Apalagi, misalnya dalam konteks Islam, kemudian dikembangkan konsep bid’ah yang sama sekali tidak memberikan ruang akomodasi bagi penyerapan budaya non-agama.
Dapatkah Islam mengembangkan multikulturalisme, sementara pada saat yang sama kurang mengembangkan apresiasi terhadap budaya, termasuk yang berperspektif lokal? Rasanya sulit menjawabnya secara afirmatif, jika gagasan multikulturalisme itu masih dianggap asing dalam mind-set Islam.
SEBENARNYA, cita-cita agung multikulturalisme tidak bertentangan dengan agama; namun demikian basis teoretisnya tetap problematik. Nilai-nilai multikulturalisme dianggap ekstra-religius yang ditolak oleh para teolog Muslim, sehingga sulit untuk mengeksplorasi tema tersebut. Memang belakangan telah muncul prakarsa yang dilakukan sejumlah pemikir Arab, seperti Mohammed Abed al-Jabiri, Hassan Hanafi, Nasr Hamid Abu-Zaid, dan lain-lain, untuk merekonsiliasi antara tradisi dan agama. Namun, gagasan-gagasan mereka mendapat tanggapan keras dari ulama-ulama konservatif.
Dalam upaya membangun hubungan sinergi antara multikulturalisme dan agama, minimal diperlukan dua hal. Pertama, penafsiran ulang atas doktrin-doktrin keagamaan ortodoks yang sementara ini dijadikan dalih untuk bersikap eksklusif dan opresif. Penafsiran ulang itu harus dilakukan sedemikian rupa sehingga agama bukan saja bersikap reseptif terhadap kearifan tradisi lokal, melainkan juga memandu di garda depan untuk mengantarkan demokrasi built-in dalam masyarakat-masyarakat beragama.
Kedua, mendialogkan agama dengan gagasan-gagasan modern. Saat ini, umat beragama memasuki suatu fase sejarah baru di mana mereka harus mampu beradaptasi dengan peradaban-peradaban besar yang tidak didasarkan pada agama, seperti kultur Barat modern. Kita tak mungkin menghindar dari ide-ide dan teori-teori sekuler. Itu berarti, menyentuh istilah-istilah dengan gagasan non-religius itu merupakan tugas paling menantang yang dihadapi kaum Muslim pada zaman modern ini.
Dr Abdolkarim Soroush, intelektual Muslim asal Iran, menegaskan bahwa umat beragama dihadapkan pada dua persoalan: local problems (problem-problem lokal) dan universal problems (problem-problem universal) yakni problem kemanusiaan secara keseluruhan. Menurut dia, saat ini, problem-problem seperti perdamaian, hak-hak asasi manusia, hak-hak perempuan, telah menjadi problem global, dan harus diselesaikan pada level itu (Reason, Freedom & Democracy in Islam, 2000).
Hanya dengan transformasi internal dan interaksi dengan gagasan-gagasan modern, agama akan mampu melakukan reformulasi sintesis kreatif terhadap tuntutan multikulturalisme yang telah menjadi semangat zaman.
Bukankah agama mengalami ke-jumud-an saat berhenti belajar dan berdialog dengan peradaban lain? Sekarang saatnya untuk merevitalisasi persenyawaan agama dengan berbagai realitas yang mengitarinya.


Tuesday 5 February 2013

MA - Master of Alasan



Sebetulnya,
hanya ada dua jenis orang;
yang pertama adalah orang yang mencoba,
dan yang kedua adalah orang yang
melakukan apa pun agar tidak mencoba.

Yang mencoba,
akan bertemu dengan kegagalan DAN keberhasilan.

Untuk kemudian belajar
membesarkan porsi keberhasilannya, di atas kegagalannya.

Dia yang tidak mencoba,
hanya akan menjadi lebih ahli dalam
mengarang alasan untuk tidak mencoba.

Dia menyandang gelar Master of Alasan.

Mario Teguh - Loving you all as always

Cabang Ilmu GEODESI (TUGAS GM)



Perumusan masalah
Sesuai dengan latar belakang, maka penulis merumuskan permasalahan yang terjadi, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
  Cabang Cabang Ilmu Geodesi

Batasan masalah
            Penelitian ini ditujukan hanya kepada para MahaSiswa.

Tujuan
            Adapun  tujuan dari penelitian ini adalah :

·         Untuk mengetahui informasi tentang cabang cabang ilmu geodesi

Manfaat penulisan

1.      Memberikan informasi mengenai cabang ilmu geodesi .
2.      Sebagai bahan pembelajaran dalam mengambil hikmah dari tugas tersebut.











Pengertian Geodesi
Geodesy is the science of measuring and portraying the earth’s surface (Helmert, 1880). Geodesy is the discipline that deal with the measurement and representation of the earth, incuding its gravity field, in a three-dimentional time varying space (Associate Committee On Geodesy and Geopysics, 1973)
Menurut kedua definisi diatas, secara harfiah, menurut Helmert, Geodesi diartikan sebagai pengetahuan tentang pengukuran dan penjelasan serta penggambaran tentang permukaan bumi. Sedangkan menurut Komisi Asossiasi Geodesi dan Geofisik adalah disiplin ilmu yang membahas tentang pengukuran dan reprentasi dari bumi, mencakup medan gravitasinya dalam tiga dimensi beserta variasi waktu.Ilmu –ilmu yang mendukung Geodesi, menurut Vanicek (1982) adalah :
1. Ilmu yang utama meliputi :
  • Matematika
  • Fisika
  • Komputer
2. Ilmu lainnya adalah :
  • Hidrografi
  • Geografi
  • Ekologi
  • Proyek Keteknikan
  • Manajemen kota
  • Batas wilayah
  • Manajemen Lingkungan
  • Astronomi
  • Pengetahuan Amosfir
  • Geologi
  • Geofisik
  • Oseanografi
  • Pengetahuan Spasial
Apabila disiplin Geodesi diibaratkan sebagai pohon, maka yang menjadi akar adalah 3 (tiga) ilmu utamaya yaitu Matematia, Fisika dan Komputer. Sebagai akar, ilmu tersebut harus dikuasai dengan baik.
Muara dari Geodesi adalah pada pemetaan (mapping). Peta yang dimaksud disini bukan hanya sekedar gambar mati saja, melainkan dapat digunakan untuk membentuk sistem informasi geografis (SIG), misalnya. Jadi pengertian peta akan lebih luas, bukan sekedar gambar saja.
Adapun tujuan Geodesi pada garis besarnya ada 2 (dua) yaitu :a. Ilmu Murni Geodesi (Geodesy Science)b. Segi Praktis (Mapping ~ Pemetaan) Geodesy Science mempelajari bentuk dan besarnya bumi, ukuran bumi, pergerakan kutub dan sejenisnya. Sedangkan Mapping lebih bergerak pada bidang praktis atau keteknikan (engineering), misalnya penentuan posisi kapal di laut, pembangunan pelabuhan, staking out jalan (jalan raya, jalan kereta api, saluran irigasi dan sebagainya), uit zet bangunan, pengkaplingan dan sebagainya.Seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, maka dalam perjalanannya Geodesi berinteraksi dengan ilmu lain dan berkembang, artinya tidak hanya pada pengukuran bentuk dan besar bumi, pemetaan dan sejenisnya, tetapi berkembang ke keruangan (spasial). Perkembangan tersebut adalah menuju ke Geomatika.
















Sejarah geodesi
Geodesi adalah salah satu ilmu-ilmu kebumian tertua yang sangat terkait erat dengan lingkungan fisik bumi, yaitu mulai dari masalah banjir Sungai Nil di Mesir kuno (2000 tahun sebelum Masehi) sampai dengan masalah kini mengenai pemantauan gerakan kerak bumi. Sejak beradab-adab lamanya, hubungan geodesi dengan survey dan pemetaan sangat erat sekali, tetapi masih banyak orang yang belum mengetahui dasar dan sifat ilmiahnya.
Pada saat ini, aspek penentuan posisi (surveying) berkembang ke arah Geomatika, suatu terminologi ilmiah modern yang mengacu kepada pendekatan terpadu dari pengukuran, analisis, pengelolaan, penyimpanan serta penyajian deskripsi dan lokasi dari data yang berbasis muka bumi (umumnya disebut data spesial).
 Geodesi menurut pandangan awam adalah cabang ilmu geosains yang mempelajari tentang pemetaan bumi. Geodesi adalah salah satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan bumi.
Geodesi berasal dari bahasa Yunani,
Geo (γη) = bumi dan
            daisia / daiein (δαιω) = membagi,
kata geodaisia atau geodeien berarti membagi bumi.
Sebenarnya istilah “Geometri” sudah cukup untuk menyebutkan ilmu tentang pengukuran bumi,
dimana geometri berasal dari bahasa Yunani,
γεωμετρία = geo = bumi dan
metria = pengukuran.
Secara harafiah berarti pengukuran tentang bumi. Namun istilah geometri (lebih tepatnya ilmu spasial atau keruangan) yang merupakan dasar untuk mempelajari ilmu geodesi telah lazim disebutkan sebagai cabang ilmu
 
Definisi Klasik
Menurut Helmert dan Torge (1880), Geodesi adalah Ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi yang juga mencakup permukaan dasar laut.
Definisi Modern
Menurut IAG (International Association Of Geodesy, 1979), Geodesi adalah Disiplin ilmu yang mempelajari tentang pengukuran dan perepresentasian dari Bumi dan benda-benda langit lainnya, termasuk medan gaya beratnya masing-masing, dalam ruang tiga dimensi yang berubah dengan waktu.

Pada laporan Dewan Riset Nasional Amerika Serikat, definisi Geodesi dapat dibaca sebagai berikut: a branch of applied mathematics that determines by observations and measurements the exact position of points and the figures and areas of large portions of the earth's surface,the shape and size of the earth, and the variations of terrestrial gravity.
Cabang geodesi
Dalam bahasa yang berbeda, geodesi adalah cabang dari ilmu matematika terapan, yang dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan untuk menentukan:
·         Posisi yang pasti dari titik-titik di muka bumi
·         Ukuran dan luas dari sebagian besar muka bumi
·         Bentuk dan ukuran bumi serta variasi gaya berat bumi
Definisi ini mempunyai dua aspek, yakni:
Aspek ilmiah (aspek penentuan bentuk), berkaitan dengan aspek geometri dan fisik bumi serta variasi medan gaya berat bumi.
Aspek terapan (aspek penentuan posisi), berhubungan dengan pengukuran dan pengamatan titik-titik teliti atau luas dari suatu bagian besar bumi. Aspek terapan ini yang kemudian dikenal dengan sebutan survei dan pemetaan atau teknik geodesi.
Kini teknik geodesi tidak lagi hanya berhubungan dengan survei dan pemetaan. Perkembangan teknologi komputer dijital telah memperluas ruang lingkup keilmuan dan keahlian teknik geodesi. Peta telah dikelola sebagai informasi geografis berkomputer. Itu sebabnya dunia internasional telah mengadopsi terminologi baru: Geomatika atau Geoinformatika.


G E O M A T I K A
Bidang minat Geomatika mempunyai kajian khusus pada riset/penelitian dengan menggunakan teknologi informasi spasial yang mutakhir seperti Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Fotogrametri serta SIG (Geographics Informations System). Dimana tehnologi ini dimanfaatkan untuk keperluan pengelolaan lingkungan, mitigasi bencana alam gerakan tanah dan lain-lain. Juga untuk keerluam pengelolaan Sumber Daya Alam seperti : penataan, perencanaan, serta pengembangan wilayah di darat termasuk pengembangan wilayah pantai dan pesisir, pengelolaan sumber daya air; pengembangan air tanah, pengelolaan mata air, pengembangan daerah aliran sungai dan lain-lain.
 Geomatika ialah sebuah istilah ilmiah modern yang berarti pendekatan yang terpadu dalam mengukur, menganalisis, dan mengelola deskripsi dan lokasi data-data kebumian, yang sering disebut sebagai data spasial. Data-data ini berasal dari berbagai sumber, antara lain satelit-satelit yang mengorbit bumi, sensor-sensor laut dan udara, dan peralatan ukur di daratan. Data tersebut diolah dengan teknologi informasi mutakhir menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak komputer.
·         Geomatika mempunyai aplikasi dalam semua disiplin yang berhubungan dengan data spasial, misalnya studi lingkungan, perencanaan wilayah dan kota, kerekayasaan, navigasi, geologi & geofisika, dan pengelolaan pertanahan. Oleh karena itu geomatika sangat fundamental terhadap semua disiplin ilmu kebumian yang menggunakan data spasial, seperti ilmu ukur tanah, penginderaan jauh (foto udara atau dengan gelombang elektromagnetik), kartografi, sistem informasi geografik (SIG), dan Global Positioning System (GPS).
·         Orang-orang yang terlibat di geomatika mempergunakan pengetahuan yang berasal dari beberapa disiplin ilmu, seperti:
·         * Land Tenure System (pengelolaan informasi darat, survei darat, hak-hak darat)
·         * Geodesi (terestrial, navigasi ruang angkasa, dan pengukuran sistem koordinat orbit)
·         * Pemosisian dan Navigasi (misalnya. dengan GPS)
·         * Pencitraan digital (bagaimana caranya mengekstrak informasi yang berguna dari berbagai gambar sesuai dengan pengaplikasiannya, misalnya pembahasan mengenai lingkungan atau pembahasan mengenai pertanian) dan Pemetaan (bagaimana caranya membuat peta dari esok) mempergunakan fotogrammetri (foto udara) atau Pengindraan Jauh (gambar diambil oleh sensor satelit)
·         * Sistem Informasi geografis (mesin komputer yang memiliki kemampuan untuk memasang, menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan secara geografis informasi acuan)

Dalam Geomatika, sebagai pusat tetap menggunakan komputer, lalu didukung adanya beberpa aplikasi untuk Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Field Survey, Digital data, Electronic Data dan sebagainya.

http://www.geomatika.its.ac.id/wp-content/uploads/2010/09/Cartoon-Surveyor-1.png
(www.clemson_univ.com/jennifer)




PERTANAHAN/KADASTRAL
Bidang minat Pertanahan atau yang biasa dikenal dengan istilah "Kadastral" mempunyai kajian khusus pada riset/penelitian mengenai pertanahan di Indonesia serta rekayasa dalam penyediaan informasi spasial berupa peta untuk pengelolaan pertanahan  khususnya untuk keperluan penentuan atas hak-hak tanah serta  manajemen informasi pajak bumi dan bangunan.
H I D R O G R A F I
Hidrografi (atau geodesi kelautan menurut pandangan awam) adalah ilmu tentang pemetaan laut dan pesisir. Hidrografi menurut International Hydrographic Organization (IHO)  adalah ilmu tentang pengukuran dan penggambaran parameter-parameter yang diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut secara tepat, hubungan geografisnya dengan daratan, serta karakteristik-karakteristik dan dinamika-dinamika lautan. Secara etimologi, Hidrografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “hidro” yang berarti air dan “grafi” yang berarti menulis, hidrografi artinya gambaran permukaan bumi yang digenangi air (Wikipedia-Ind).
Alat EchoSounder Bathy F300
Hidrografi umumnya mengacu pada  pengukuran dan  uraian tentang perairan, dan secara khusus mengacu pada pengukuran dan  deskripsi dari navigasi  perairan yang diperlukan untuk navigasi yang aman dari kapal. Pengukuran hidrografi akan mencakup informasi, pasang surut arus dan gelombang oseanografi fisik.  Yang akan  mencakup  pengukuran  bawah, dengan penekanan khusus pada fitur-fitur geografis  laut yang menimbulkan bahaya untuk navigasi seperti batu karang, beting, terumbu dan fitur lain yang menghambat  perjalanan kapal. Tidak seperti oseanografi, hidrografi  akan  mencakup fitur pantai, alam dan buatan manusia, yang membantu dalam  navigasi. Sebuah survei hidrografi akan mencakup posisi akurat di laut dari representasi  bukit, gunung dan  bahkan lampu  dan menara yang akan membantu dalam memperbaiki posisi  kapal serta aspek laut dan dasar laut.



PENUTUP / KESIMPULAN :
Mudah mudahan dengan adanya makalah ini para mahasiswa teknik geodesi atau pun mahasiswa yg lain dapat mengerti tentang ilmu geodesi tersebut serta dapat mengerti pula tentang cabang cabangnya . sekian dari penulis kurang dan lebihnya mohan maaf atas kesalahan yang membuat si pembaca tersinggung. TERIMA KASIH

Monday 4 February 2013

Bikin aja Happy

Buat lah hidup ini semudah mungkin tak perlu disesali bikin saja happy, mengalir jadin pelajaran walaupun Nilai jelek.. Don't Wory Uyyyyyyyaaa

Semoga Menjadi Yang Terbaik....

Pelatihan PII Cetak Generasi Berkarakter
   

SEMARANG, suaramerdeka.com -
Pelajar Islam Indonesia (PII) dalam setiap pelatihannya berusaha membangun kader pemimpin yang mempunyai jiwa wirausaha yang beradab.
Hal itu diungkapkan Pengurus Besar PII Faqihudin Habibullah Al-Ikhsani SS S Kom M Si dalam pembukaan Leadership Advanced Training (LAT) Pelajar Islam Indonesia di Aula Balai Pelatihan Transmigrasi Jalan Majapahit Semarang, belum lama ini.
"Di pelatihan ini peserta diberi materi tentang membuat konsep peradaban masyarakat, sebagaimana yang dimiliki oleh masyarakat pada zaman Rasulullah yakni masyarakat entrepreneur," ujarnya.
Faqih menambahkan, pelatihan yang bertema "leadership entrepreneur yang berkarakter dan beradab" menghadirkan tokoh leader entrepreneur seperti Sofyan Hadi yakni pengusaha perkebunan Buah yang berhasil memperoleh gelar Petani entrepreneur nomor satu di Indonesia dari kementerian Pertanian.
Sementara itu Aji Aflakhi, Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Jawa Tengah mengatakan, Advanced Training PII ini diikuti oleh mahasiswa dari berbagai wilayah se-Indonesia.
"Pelatihan ini diikuti oleh 35 peserta dari Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Papua, Maluku, Jakarta, Jawa Timur dan Jawa barat," katanya.

Leadership Advance Training (LAT) ini adalah pelatihan tertinggi di PII yang diadakan secara nasional. Hadir Juga dalam acara itu Alumni PII Dr Imam Munajat MM. Beliau adalah dosen dosen Unissula dan juga Mantan Anggota DPRD Jawa tengah.